MAKALAH
SILVIKULTUR INTENSIF
by
BASO ASWAR
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sistem silvikultur
baru di tengah kondisi hutan Indonesia yang kian menurun kualitas dan
kuantitasnya diyakini merupakan sebuah terobosan yang sangat fundamental.
Terlebih, dengan berbagai konsep kelebihan dan keunggulannya. SILIN diharapkan
mampu mengembalikan era keemasan sektor kehutanan nasional yang pernah berjaya
pada empat dekade lalu. Persoalannya, masih terdapat serangkaian pra kondisi
yang dibutuhkan agar implementasi SILIN bisa menghasilkan kelola hutan
sebagaimana diharapkan.
Sejarah
pengusahaan hutan alam di Indonesia dengan dinamika sistem silvikulturnya
bergerak dari pola konvensional yang lebih berorientasi pada kepentingan
pembangunan ekonomi ke pola pembangunan berkelanjutan dalam arti kesesuaian
sosial budaya, keselarasan lingkungan hidup dan kelangsungan ekonomi.
Pengusahaan hutan berbasis HPH merupakan operasionalisasi UU No. 5 Tahun 1967
tentang Kehutanan. Bersamaan dengan lahirnya UU No. 41 Tahun 1999, terjadi pula
pegeseran kegiatan pengusahaan hutan di luar Jawa yang kemudian dikenal dengan
Ijin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu di Hutan Alam (IUPHHK -HA).
B.
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Apa
sejarah lahirnya silvikultur intensif?
2. Apa
pengertian silvikultur intensif?
3. Apa-apa
saja faktor-fator terbentuknya silvikultur intensif?
4. Apa
kaitanya dengan TPI dan TPTI?
C.
Tujuan
1. Mengetahui
sejarah lahirnya silvikultur intensif.
2. Untuk
mengetahui pegertian secara umum dari
silvikultur intensif.
3. Dapat
mengetahui factor apa saja terbentuknya silvikultur intensif.
4. Mengetahui
hubungan antara TPI dan TPTI.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Lahirnya Silvikultur Intensif
Menurut
Prof. Dr. Ir. M. Na’im M.Agr., hutan yang akan dibangun dengan menerapkan
konsep SILIN adalah hutan tanaman komersil yang prospektif, sehat dan
lestari. Hutan yang prospektif adalah hutan yang produktivitas
dan kualitas produknya tinggi. Pengelolaan hutannya juga
efisien. Hutan yang sehat adalah hutan yang mampu mewujudkan fungsi
optimal sebagai hutan produksi. Hutan lestari adalah hutan
yang lahannya tetap lestari sebagai hutan produksi.
SILIN
merupakan sebuah teknik silvikultur yang bertujuan meningkatkan produktivitas
lahan yang tercermin dari peningkatan riap dan potensi tegakan, menjaga
keseimbangan ekologi dengan mempertahankan keanekaragaman hayati serta
memberikan jaminan kepastian hukum dan keamanan berusaha melalui pengakuan
tenurial dari berbagai pihak. Sementara secara teknis, SILIN adalah teknik
silvikultur yang berusaha memadukan tiga elemen utama silvikultur, yaitu (1)
pembangunan hutan tanaman dengan jenis terpilih dan kemudian melakukan
pemuliaan jenis, (2) elemen manipulasi lingkungan bagi optimalisasi
pertumbuhan, dan (3) elemen pengendalian hama terpadu. Apabila pembangunan
hutan tanaman tidak memenuhi tiga elemen itu secara simultan, ia bukanlah
SILIN.
Sistem
silvikultur adalah rangkaian kegiatan berencana dari pengelolaan
hutan yang meliputi penebangan,
peremajaan, dan pemeliharaan tegakan hutan
guna menjamin kelestarian produksi kayu
atau hasil hutan lainnya (Sutisna, 2001).
Sedangkan teknik silvikultur adalah
penggunaan teknik-teknik atau perlakuan
terhadap hutan untuk mempertahankan dan
meningkatkan produktivitas hutan
(Elias, 2009). Teknik silvikultur
menurut Peraturan Menteri Kehutanan No.
P.11/Menhut-II/2009 antara lain berupa
pemilihan jenis unggul, pemuliaan pohon,
penyediaan bibit, manipulasi lingkungan,
penanaman, dan pemeliharaan.
Salah satu
sistem silvikultur yang diterapkan di Indonesia adalah Tebang
Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII).
TPTII merupakan teknik silvikultur yang
merupakan pengembangan dari sistem
Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) dan
Penanaman Pengayaan (enrichment
planting) dari sistem TPTI. Penebangan
dilakukan dengan limit diameter 40 cm
up. Pada Logged Over Area (LOA) hasil
dari tebang persiapan dilakukan tebang
jalur bersih selebar 3 (tiga) meter dan jalur
kotor yang ditinggalkan berupa vegetasi
LOA hasil tebang persiapan dengan lebar
17 m. Pada poros jalur bersih dilakukan
penanaman pengayaan dengan jenis-jenis
unggulan dengan jarak tanam 2,5 m
sehingga jarak tanam menjadi 20 x 2,5 m2
(Indrawan, 2008).
Dengan
diterapkannya sistem silvikultur TPTII ini, sudah tentu akan
menyebabkan terjadinya perubahan
terhadap komposisi dan struktur tegakan pada
areal produksi akibat penebangan dan
penjaluran untuk ditanami jenis unggulan.
Penelitian ini dilaksanakan untuk
mengetahui keadaan tegakan pada areal bekas
tebangan/LOA, khususnya pada LOA setelah
2 (dua) tahun, dan untuk
mengetahui pertumbuhan jenis Shorea
leprosula Miq. yang di tanam dengan
teknik silvikultur TPTII tahun kedua,
serta dapat membandingkan data yang
diperoleh pada penelitian ini dengan
data pada penelitian sebelumnya di lokasi
yang sama.
B.
Pengertian
Silvikultur Intensif
Pengertian Silvikultur intensif
adalah Teknik Silvikultur yang memadukan ketiga pilar :
- Pemuliaan pohon
- Manipulasi lingkungan
- Pengendalian hama terpadu
Tujuan dari Teknik Silvikultur Intensif :
- Menghasilkan produk hasil hutan
- Melindungi lahan
- Landscape
- Makanan ternak
- Menahan angin
- Memperkaya ekosistem
Manfaat pelaksanaan Regim Silvikultur Intensif :
- Hutan produktif, efisien, kompetitif dan lestari:
- Ketrampilan berkembang
- Penyerapan tenaga kerja
- Memajukan infrastruktur
- Model Pembangunan
- Tercipta
- Jangka panjang supply produk
- Hutan alam tidak terganggu
- Kualitas lingkungan meningkat
Pelaksanaan Regim
Silvikutur intensif berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Bina
Produksi Kehutanan Tanggal 20 Juli 2004 Nomor : SK.194/VI-BPHA/2004, tentang
Penunjukan Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam
Sebagai Model Pembangunan Sistem Silvikultur Intensif, dan Pembentukan Tim
Pelaksananya.
C.
Faktor-Fator
Silvikultur Intensif
Lingkungan dapat dibedakan menjadi lingkungan yang
biotik dan lingkungan abiotik.
1. Faktor-
faktor Lingkungan Biotik
Faktor-faktor lingkungan yang
mempengaruhi pertumbuhan dalam pembangunan hutan adalah manusia, hewan dan
tumbuhan. Hubungan-hubungan utama yang terdapat pada faktor-faktor biotik ini adalah
sebagai:
·
reaksi
terhadap adanya ruang tumbuh (persaingan)
·
interrelasi
diantara tumbuh-tumbuhan
·
Interrelasi
diantara tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan, terutama efek dari hewan-hewan
·
Campur
tangan manusia
Persaingan
Di antara
pohon dalam tegakan terdapat perjuangan untuk hidup, persaingan akan cahaya dan
ruang tumbuh di atas lantai hutan, dan persaingan akan ruang tumbuh, air, tanah
dan hara-hara mineral di bawah lantai hutan. Komposisi dari hutan-hutan campuran
sebagian ditemukan oleh keagresifan relatif dari spesies yang dominan. Pada
umumnya kebanyakan spesies pohon-pohon tidak terlalu menuntut tanah yang baik
selama mereka tidak mempunyai saingan-saingan.
Interrelasi
di antara tumbuh-tumbuhan
Interrelasi
antara tumbuh-tumbuhan dapat dimulai dari parasitisme sampai kepada saling
ketergantungan. Penting bagi kehutanan di mana pohon-pohon hutan merupakan
tumbuhan inang bagi parasit, di sini satu spesies memberikan kepada spesies
lain zat-zat makanan kepada spesies lain dengan mengorbankan bagian-bagian
tubuhnya.
Berlawanan dengan parasitisme kadang-kadang dalam hutan ada hubungan timbal balik yang saling menguntungkan di antara tumbuh-tumbuhan. Hal ini dikenal dengan istilah mutualisme. Di Kehutanan hubungan yang bersifat mutualisme ini adalah Mikoriza yang merupakan hubungan mutualisme di mana akar-akar pohon berasosiasi secara erat dengan jaringan cendawan endotropik.
Berlawanan dengan parasitisme kadang-kadang dalam hutan ada hubungan timbal balik yang saling menguntungkan di antara tumbuh-tumbuhan. Hal ini dikenal dengan istilah mutualisme. Di Kehutanan hubungan yang bersifat mutualisme ini adalah Mikoriza yang merupakan hubungan mutualisme di mana akar-akar pohon berasosiasi secara erat dengan jaringan cendawan endotropik.
Efek dari
hewan-hewan
Adanya
kehidupan hewan-hewan di dalam hutan seringkali menjadi sangat penting dalam
praktek kehutanan. Interrelasi parasitisme sampai kepada hubungan yang
saling menguntungkan juga terjadi antara hewan dan tumbuh-tumbuhan di dalam
hutan. Baik dari yang konstruktif yang bersifat membangun sampai ke yang
destruktif (bersifat merusak). Hewan-hewan ada yang bersifat membantu
penyebaran biji tetapi ada juga yang memakan biji dan merusak anakan atau
permudaan.
Campur Tangan manusia
Dari semua faktor manusia yang paling besar peranannya dalam
menyebabkan atau menghilangkan keseimbangan alami dalam hutan, dengan jalan :
- Pembukaan tanah hutan untuk pertanian
- Penebangan pohon yang tidak teratur pada eksploitasi hutan
- Pengembalaan ternak pada lahan hutan
- Pembakaran hutan
- Eliminasi dari tumbuhan asli
- Tindakan pemeliharaan dan praktek lainnya.
2. Faktor-faktor
Lingkungan Abiotik
Faktor-faktor
lingkungan abiotik yang berpengaruh terhadap pembangunan hutan yaitu :
- Radiasi matahari
- Temperatur
- Keadaan Tanah
- Air
- Faktor Fisiografis
Radiasi
matahari
Sumber
energi utama bagi tumbuh-tumbuhan hijau adalah radiasi matahari, yang
diabsorbsi oleh tumbuh-tumbuhan secara langsung sebagai panas dan juga dirubah
oleh tumbuh-tumbuhan tersebut menjadi energi kimiawi. Energi matahari mencapai
permukaan bumi sebagai gelombang-gelombang elektromagnetis. Bagian dari energi
radiasi matahari yang dapat dilihat oleh mata manusia dinamakan cahaya.
Pengaruh
cahaya terhadap pertumbuhan tanaman tergantung pada intensitas cahaya, kualitas
dan panjang gelombangnya, lamanya serta periodisitasnya. Variasi dalam salah
satu dari sifat-sifat ini dapat merubah kuantitas dan kualitas pertumbuhan.
Lamanya penyinaran atau photoperiod mempengaruhi vegetatif dan pembungaan dan
panjang gelombang mempengaruhi proses-proses lainnya disamping terhadap
intensitas.
Temperatur
Pada
umunya pertumbuhan meningkat kalau temperatur naik dan menurun apabila
temperatur turun Namun kecepatan tumbuh ini tidak terus menerus bertambah
dengan naiknya temperatur, oleh karena pada suatu saat timbullah efek-efek
membahayakan dan kecepatan tumbuh menurun.
Kerusakan
karena temperatur tinggi dapat disebabkan oleh kekeringan dan respirasi yang
amat tinggi, sehingga konsumsi bahan makanan akan melebihi produksi oleh
fotosintesis. Temperatur mempengaruhi pertumbuhan karena efeknya terhadap semua
aktivitas metabolisme seperti digesti, translokasi, respirasi dan pembangunan
protoplas serta bahan dinding sel.
Keadaan
Tanah
Fungsi tanah sebagai medium pertumbuhan tanaman dapat
dibedakan sebagai berikut :
- sebagai tempat berpijaknya akar sehingga tanaman mampu berdiri dengan tegak untuk mendapatkan sinar matahari
- sebagai sumber penyediaan unsur hara (zat-zat makanan) bagi tanaman
- sebagai gudang air
- sebagai gudang udara untuk pernapasan perakaran
Dalam pembangunan dan pengelolaan hutan atau dalam
praktek silvikultur tanah sering menjadi kendala pokok. Tanah yang memiliki
kualitas yang baik seperti kedalaman efektif yang cukup memadai, persediaan air
dan hara yang baik, maka pilihan silvikultur makin bertambah dan bervariasi
seperi pemilihan jenis dan sebagainya.
Tanah
pada areal hutan akan bervariasi sebanyak faktor-faktor pokok yang mempengaruhi
pembentukannya. Faktor-faktor independen dalam pembentukan tanah adalah bahan
induk, iklim, topografi, organisme hidup dan waktu. Kepentingan tanah dalam
silvikultur berasal dari tiga fungsinya dalam pertumbuhan pohon : hara mineral,
suplai kelembaban dan sokongan secara fisik. Sifat-sifat tanah yang
mempengaruhi pertumbuhan pohon dapat dikategorikan ke dalam sifat-sifat fisik
dan sifat-sifat kimia, di mana sifat-sifat fisik dan kimia keduanya saling
menunjang dalam memberikan pengaruh bagi pertumbuhan pohon.
Air
Kepentingan
air dalam sistem tanah-tumbuhan-atmosfir tidak dapat diabaikan, karena
ketersediaan air, pada daerah yang kekeringan di musim panas, merupakan faktor
yang terpenting di antara semua faktor yang mengontrol ketahanan hidup hidup
dan distribusi vegetasi. Rumah tangga air tumbuhan konsekuensinya merupakan
pertimbangan utama pada perkembangan atau penerapan perlakuan silvikultur.
Secara fisiologis air penting sebagai pembentuk utama protoplasma dan cairan
vakuola sebagai pelarut gas dan bahan larutan, untuk mengangkut mineral, dan
menjaga turgiditas.
Turgor
penuh, yaitu pemeliharaan turgiditas, adalah penting untuk pemanjangan dan
pertumbuhan sel, memelihara bentuk tumbuhan, pembukaan stomata, dan gerakan
tumbuhan seperti pada daun dan mahkota bunga.
Hampir
semua air yang digunakan tumbuhan diambil oleh sistem perakaran. Beberapa
bagian dapat terambil langsung dari atmosfir oleh daun, dan hal ini mungkin
penting pada tumbuhan di daerah arid yang terjadi pengembunan. Namun,
kepentingan kelembaban atmosfer tampak terletak lebih pada penurunan stres
evapotranspirasi daripada persediaan air untuk tumbuhan.
Faktor Fisiografis
Fisiografis
mempunyai suatu efek tidak langsung yang penting artinya terhadap lingkungan
hutan, terutama karena pengaruhnya terhadap faktor-faktor klimatis dan
faktor-faktor tanah. Penyebaran dan adanya hutan-hutan sebagian besar
ditentukan oleh faktor-faktor klimatis, edafis dan fisiografis. Faktor-faktor
klimatis dan edafis banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor fisiografis yang
efeknya tidak langsung seperti konfigurasi bumi, ketinggian, lereng adan
permukaan tanah. Iklim setempat atau iklim mikro, berlawanan dengan iklim umum
untuk mempelajari tanah dalam hubungannya dengan vegetasi hutan adalah perlu
untuk memperhatikan tidak hanya faktor-faktor langsung namun juga faktor-faktor
yang tidak langsung terutama mempengaruhi zat-zat hara, air tanah dan temperatur
tanah.
Fisiografis
telah dikenal sebagai sebab yang tidak langsung yang menyebabkan
perubahan-perubahan vegetasi. Banyak dari faktor-faktor tempat tumbuh dan
terutama faktor-faktor tanah, dalam hal ini lama dan intensitas pembentukan
tanah disebabkan oleh sifat fisiografis. Fisiografis pada suatu darah iklim,
melalui efeknya terhadap iklim setempat dan tanah, meyebabkan perkembangan
berbagai jenis masyarakat tumbuh-tumbuhan di mana masing-masing mempunyai bentu
yang sedikit banyak berbeda, seperti yang dapat terlihat pada hutan-hutan rawa,
hutan-hutan bukit pasir, hutan tepi sungai dan sebagainya.
D.
Hubungan
Antara TPI Dan TPTI
Tebang pilih tanam Indonesia adalah
sistem silvikultur yang mengatur cara penebangan dan permudaan buatan. Sistem
silvikuktur ini merrupakan sistem yang dinilai sesuai untuk diterapkan pada
hutan alam produksi dan pada hutan-hutan alam yang tak seumur di Indonesia,
kecuali untuk hutan payau. Sebagai salah satu sub sistem dari sistem
pengelolaan hutan, sistem silvikultur merupakan sarana utama untuk mewujudkan
hutan dengan struktur dan komposisi yang dikehendaki. Pelaksanaan suatu sistem
silvikultur yang sesuai dengan lingkungan setempat telah menjadi tuntutan demi
terwujudnya pengelolaan hutan yang berkelanjutan.
Tujuan dari sistem silikultur tebang
pilih tanam Indonesia adalah untuk mengatur pemanfatan hutan alam prroduksi.,
serta meningkatkan nilai hutan baik kualitas maupun kuantitas pada areal bekas
tebangan untuk rotasi tebang berikutnya agar terbentuk tegakan hutan campuran yang
diharapakan dapat berfungsi sebagai penghasil kayu dan penghara industri secara
lestari.
Perbedaan yang mencolok antara sistem TPTI
dibanding dengan sistem TPI adalah secara politis pemerintah menekankan
perlunya pembinaan hutan, pemungutan dan pembinaan hutan harus seimbang.
Pemegang HPH diwajibkan untuk melengkapi unit organisasi pembinaan hutan, yang
terpisah dengan unit logging, tenaga teknis kehutanan menengah yang terampil
dalam jumlah yang cukup dan anggaran yang memadai untuk kegiatan pembinaan
hutan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
uraian pembahasan diatas, diperoleh kesimpulan bahwa sistem
TPTI yang diterapkan di Indonesia saat ini pada aspek pelestarian hasil hutan
belum nampak memuaskan. Dua masalah pokok yang nampak jelas pada sistem ini
yaitu :
1. Berkaitan
dengan kondisi hutannya sendiri, yaitu disamping kualitas dan kuantitas minimum
dari tegakan tinggal selalu tidak mencukupi, juga kecepatan tumbuhnya tidak
seperti yang diharapkan.
2.
Berhubungan dengan aspek kelembagaannya, bobot kerja untuk melakukan pengawasan
cukup berat sehingga sulit untuk mengontrol kepatuhan para pemegang IUPHHK pada
ketentuan TPTI itu sendiri, terutama persyaratan untuk melakukan tanaman
pengayaan dan penyulaman pada areal IUPHHK. Akibat yang timbul adalah
merosotnya kualitas tegakan hutan setelah siklus tebangan pertama.
B. Saran
Saran
yang dapat disampaikan penulis melalui makalah ini ialah agar para pembaca
dapat melestarikan hutan bersama-sama dengan adanya konsep-konsep yang telah
diterapkan oleh pemerintah untuk kehidupan yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.tropicalsilviculture.org/cgi-sys/suspendedpage.cgi?start=6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar