Hormatilah Orang Tua Kalian Sebelum Mereka meninggalkanmu

Minggu, 07 Juli 2013

MAKALAH SILVIKULTUR INTENSIF by BASO ASWAR


               MAKALAH
SILVIKULTUR INTENSIF
                     by
          BASO ASWAR


               BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Sistem silvikultur baru di tengah kondisi hutan Indonesia yang kian menurun kualitas dan kuantitasnya diyakini merupakan sebuah terobosan yang sangat fundamental. Terlebih, dengan berbagai konsep kelebihan dan keunggulannya. SILIN diharapkan mampu mengembalikan era keemasan sektor kehutanan nasional yang pernah berjaya pada empat dekade lalu. Persoalannya, masih terdapat serangkaian pra kondisi yang dibutuhkan agar implementasi SILIN bisa menghasilkan kelola hutan sebagaimana diharapkan.
Sejarah pengusahaan hutan alam di Indonesia dengan dinamika sistem silvikulturnya bergerak dari pola konvensional yang lebih berorientasi pada kepentingan pembangunan ekonomi  ke pola pembangunan berkelanjutan dalam arti kesesuaian sosial budaya, keselarasan lingkungan hidup dan kelangsungan ekonomi.  Pengusahaan hutan berbasis HPH merupakan operasionalisasi UU No. 5 Tahun 1967 tentang Kehutanan. Bersamaan dengan lahirnya UU No. 41 Tahun 1999, terjadi pula pegeseran kegiatan pengusahaan hutan di luar Jawa yang kemudian dikenal dengan Ijin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu di Hutan Alam (IUPHHK -HA).
B.     Rumusan Masalah
  Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Apa sejarah lahirnya silvikultur intensif?
2.      Apa pengertian silvikultur intensif?
3.      Apa-apa saja faktor-fator terbentuknya silvikultur intensif?
4.      Apa kaitanya dengan TPI dan TPTI?
 
C.    Tujuan
1.      Mengetahui sejarah lahirnya silvikultur intensif.
2.      Untuk mengetahui pegertian secara umum dari  silvikultur intensif.
3.      Dapat mengetahui factor apa saja terbentuknya silvikultur intensif.
4.      Mengetahui hubungan antara TPI dan TPTI.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Lahirnya Silvikultur Intensif
Menurut Prof. Dr. Ir. M. Na’im M.Agr., hutan yang akan dibangun dengan menerapkan konsep  SILIN adalah hutan tanaman komersil yang prospektif, sehat dan lestari. Hutan yang prospektif adalah  hutan yang produktivitas dan kualitas produknya tinggi. Pengelolaan hutannya juga efisien.  Hutan yang sehat adalah hutan yang mampu mewujudkan fungsi optimal sebagai hutan produksi.  Hutan lestari adalah hutan yang lahannya tetap lestari sebagai hutan produksi.
SILIN merupakan sebuah teknik silvikultur yang bertujuan meningkatkan produktivitas lahan yang tercermin dari peningkatan riap dan potensi tegakan, menjaga keseimbangan ekologi dengan mempertahankan keanekaragaman hayati serta memberikan jaminan kepastian hukum dan keamanan berusaha melalui pengakuan tenurial dari berbagai pihak. Sementara secara teknis, SILIN adalah teknik silvikultur yang berusaha memadukan tiga elemen utama silvikultur, yaitu (1) pembangunan hutan tanaman dengan jenis terpilih dan kemudian melakukan pemuliaan jenis, (2) elemen manipulasi lingkungan bagi optimalisasi pertumbuhan, dan (3) elemen pengendalian hama terpadu. Apabila pembangunan hutan tanaman tidak memenuhi tiga elemen itu secara simultan, ia bukanlah SILIN.
Sistem silvikultur adalah rangkaian kegiatan berencana dari pengelolaan
hutan yang meliputi penebangan, peremajaan, dan pemeliharaan tegakan hutan
guna menjamin kelestarian produksi kayu atau hasil hutan lainnya (Sutisna, 2001).
Sedangkan teknik silvikultur adalah penggunaan teknik-teknik atau perlakuan
terhadap hutan untuk mempertahankan dan meningkatkan produktivitas hutan
(Elias, 2009). Teknik silvikultur menurut Peraturan Menteri Kehutanan No.
P.11/Menhut-II/2009 antara lain berupa pemilihan jenis unggul, pemuliaan pohon,
penyediaan bibit, manipulasi lingkungan, penanaman, dan pemeliharaan.
Salah satu sistem silvikultur yang diterapkan di Indonesia adalah Tebang
Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII). TPTII merupakan teknik silvikultur yang
merupakan pengembangan dari sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) dan
Penanaman Pengayaan (enrichment planting) dari sistem TPTI. Penebangan
dilakukan dengan limit diameter 40 cm up. Pada Logged Over Area (LOA) hasil
dari tebang persiapan dilakukan tebang jalur bersih selebar 3 (tiga) meter dan jalur
kotor yang ditinggalkan berupa vegetasi LOA hasil tebang persiapan dengan lebar
17 m. Pada poros jalur bersih dilakukan penanaman pengayaan dengan jenis-jenis
unggulan dengan jarak tanam 2,5 m sehingga jarak tanam menjadi 20 x 2,5 m2
(Indrawan, 2008).
Dengan diterapkannya sistem silvikultur TPTII ini, sudah tentu akan
menyebabkan terjadinya perubahan terhadap komposisi dan struktur tegakan pada
areal produksi akibat penebangan dan penjaluran untuk ditanami jenis unggulan.
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui keadaan tegakan pada areal bekas
tebangan/LOA, khususnya pada LOA setelah 2 (dua) tahun, dan untuk
mengetahui pertumbuhan jenis Shorea leprosula Miq. yang di tanam dengan
teknik silvikultur TPTII tahun kedua, serta dapat membandingkan data yang
diperoleh pada penelitian ini dengan data pada penelitian sebelumnya di lokasi
yang sama.

B.     Pengertian Silvikultur Intensif
Pengertian Silvikultur intensif adalah Teknik Silvikultur yang memadukan ketiga pilar : 
  • Pemuliaan pohon
  • Manipulasi lingkungan
  • Pengendalian hama terpadu
Tujuan dari Teknik Silvikultur Intensif :
  • Menghasilkan produk hasil hutan
  • Melindungi lahan
  • Landscape
  • Makanan ternak
  • Menahan angin
  • Memperkaya ekosistem
Manfaat pelaksanaan Regim Silvikultur Intensif :
  • Hutan produktif, efisien, kompetitif dan lestari:
    • Ketrampilan berkembang
    • Penyerapan tenaga kerja
    • Memajukan infrastruktur
    • Model Pembangunan
  • Tercipta
    • Jangka panjang supply produk
    • Hutan alam tidak terganggu
    • Kualitas lingkungan meningkat
Pelaksanaan Regim Silvikutur intensif berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Tanggal 20 Juli 2004 Nomor : SK.194/VI-BPHA/2004, tentang Penunjukan Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam Sebagai Model Pembangunan Sistem Silvikultur Intensif, dan Pembentukan Tim Pelaksananya.
C.    Faktor-Fator Silvikultur Intensif
Lingkungan dapat dibedakan menjadi lingkungan yang biotik dan lingkungan abiotik.
1.      Faktor- faktor Lingkungan Biotik
Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dalam pembangunan hutan adalah manusia, hewan dan tumbuhan. Hubungan-hubungan utama yang terdapat pada faktor-faktor biotik ini adalah sebagai:
·         reaksi terhadap adanya ruang tumbuh (persaingan)
·         interrelasi diantara tumbuh-tumbuhan
·         Interrelasi diantara tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan, terutama efek dari hewan-hewan
·         Campur tangan manusia
Persaingan
Di antara pohon dalam tegakan terdapat perjuangan untuk hidup, persaingan akan cahaya dan ruang tumbuh di atas lantai hutan, dan persaingan akan ruang tumbuh, air, tanah dan hara-hara mineral di bawah lantai hutan. Komposisi dari hutan-hutan campuran sebagian ditemukan oleh keagresifan relatif dari spesies yang dominan. Pada umumnya kebanyakan spesies pohon-pohon tidak terlalu menuntut tanah yang baik selama mereka tidak mempunyai saingan-saingan.
Interrelasi di antara tumbuh-tumbuhan
Interrelasi antara tumbuh-tumbuhan dapat dimulai dari parasitisme sampai kepada saling ketergantungan. Penting bagi kehutanan di mana pohon-pohon hutan merupakan tumbuhan inang bagi parasit, di sini satu spesies memberikan kepada spesies lain zat-zat makanan kepada spesies lain dengan mengorbankan bagian-bagian tubuhnya.
Berlawanan dengan parasitisme kadang-kadang dalam hutan ada hubungan timbal balik yang saling menguntungkan di antara tumbuh-tumbuhan. Hal ini dikenal dengan istilah mutualisme. Di Kehutanan hubungan yang bersifat mutualisme ini adalah Mikoriza yang merupakan hubungan mutualisme di mana akar-akar pohon berasosiasi secara erat dengan jaringan cendawan endotropik.
Efek dari hewan-hewan
Adanya kehidupan hewan-hewan di dalam hutan seringkali menjadi sangat penting dalam praktek kehutanan.  Interrelasi parasitisme sampai kepada hubungan yang saling menguntungkan juga terjadi antara hewan dan tumbuh-tumbuhan di dalam hutan. Baik dari yang konstruktif yang bersifat membangun sampai ke yang destruktif (bersifat merusak). Hewan-hewan ada yang bersifat membantu penyebaran biji tetapi ada juga yang memakan biji dan merusak anakan atau permudaan.
Campur Tangan manusia
Dari semua faktor manusia yang paling besar peranannya dalam menyebabkan atau menghilangkan keseimbangan alami dalam hutan, dengan jalan :
  • Pembukaan tanah hutan untuk pertanian
  • Penebangan pohon yang tidak teratur pada eksploitasi hutan
  • Pengembalaan ternak pada lahan hutan
  • Pembakaran hutan
  • Eliminasi dari tumbuhan asli
  • Tindakan pemeliharaan dan praktek lainnya.

2.      Faktor-faktor Lingkungan Abiotik
Faktor-faktor lingkungan abiotik yang berpengaruh terhadap pembangunan hutan yaitu :
  • Radiasi matahari
  • Temperatur
  • Keadaan Tanah
  • Air
  • Faktor Fisiografis
Radiasi matahari
Sumber energi utama bagi tumbuh-tumbuhan hijau adalah radiasi matahari, yang diabsorbsi oleh tumbuh-tumbuhan secara langsung sebagai panas dan juga dirubah oleh tumbuh-tumbuhan tersebut menjadi energi kimiawi. Energi matahari mencapai permukaan bumi sebagai gelombang-gelombang elektromagnetis. Bagian dari energi radiasi matahari yang dapat dilihat oleh mata manusia dinamakan cahaya.
Pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan tanaman tergantung pada intensitas cahaya, kualitas dan panjang gelombangnya, lamanya serta periodisitasnya. Variasi dalam salah satu dari sifat-sifat ini dapat merubah kuantitas dan kualitas pertumbuhan. Lamanya penyinaran atau photoperiod mempengaruhi vegetatif dan pembungaan dan panjang gelombang mempengaruhi proses-proses lainnya disamping terhadap intensitas.
Temperatur
Pada umunya pertumbuhan meningkat kalau temperatur naik dan menurun apabila temperatur turun Namun kecepatan tumbuh ini tidak terus menerus bertambah dengan naiknya temperatur, oleh karena pada suatu saat timbullah efek-efek membahayakan dan kecepatan tumbuh menurun.
Kerusakan karena temperatur tinggi dapat disebabkan oleh kekeringan dan respirasi yang amat tinggi, sehingga konsumsi bahan makanan akan melebihi produksi oleh fotosintesis. Temperatur mempengaruhi pertumbuhan karena efeknya terhadap semua aktivitas metabolisme seperti digesti, translokasi, respirasi dan pembangunan protoplas serta bahan dinding sel.
Keadaan Tanah
Fungsi tanah sebagai medium pertumbuhan tanaman dapat dibedakan sebagai berikut :
  1. sebagai tempat berpijaknya akar sehingga tanaman mampu berdiri dengan tegak untuk mendapatkan sinar matahari
  2. sebagai sumber penyediaan unsur hara (zat-zat makanan) bagi tanaman
  3. sebagai gudang air
  4. sebagai gudang udara untuk pernapasan perakaran
Dalam pembangunan dan pengelolaan hutan atau dalam praktek silvikultur tanah sering menjadi kendala pokok. Tanah yang memiliki kualitas yang baik seperti kedalaman efektif yang cukup memadai, persediaan air dan hara yang baik, maka pilihan silvikultur makin bertambah dan bervariasi seperi pemilihan jenis dan sebagainya.
Tanah pada areal hutan akan bervariasi sebanyak faktor-faktor pokok yang mempengaruhi pembentukannya. Faktor-faktor independen dalam pembentukan tanah adalah bahan induk, iklim, topografi, organisme hidup dan waktu. Kepentingan tanah dalam silvikultur berasal dari tiga fungsinya dalam pertumbuhan pohon : hara mineral, suplai kelembaban dan sokongan secara fisik. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi pertumbuhan pohon dapat dikategorikan ke dalam sifat-sifat fisik dan sifat-sifat kimia, di mana sifat-sifat fisik dan kimia keduanya saling menunjang dalam memberikan pengaruh bagi pertumbuhan pohon.
Air
Kepentingan air dalam sistem tanah-tumbuhan-atmosfir tidak dapat diabaikan, karena ketersediaan air, pada daerah yang kekeringan di musim panas, merupakan faktor yang terpenting di antara semua faktor yang mengontrol ketahanan hidup hidup dan distribusi vegetasi. Rumah tangga air tumbuhan konsekuensinya merupakan pertimbangan utama pada perkembangan atau penerapan perlakuan silvikultur. Secara fisiologis air penting sebagai pembentuk utama protoplasma dan cairan vakuola sebagai pelarut gas dan bahan larutan, untuk mengangkut mineral, dan menjaga turgiditas.
Turgor penuh, yaitu pemeliharaan turgiditas, adalah penting untuk pemanjangan dan pertumbuhan sel, memelihara bentuk tumbuhan, pembukaan stomata, dan gerakan tumbuhan seperti pada daun dan mahkota bunga.
Hampir semua air yang digunakan tumbuhan diambil oleh sistem perakaran. Beberapa bagian dapat terambil langsung dari atmosfir oleh daun, dan hal ini mungkin penting pada tumbuhan di daerah arid yang terjadi pengembunan. Namun, kepentingan kelembaban atmosfer tampak terletak lebih pada penurunan stres evapotranspirasi daripada persediaan air untuk tumbuhan.
Faktor Fisiografis
Fisiografis mempunyai suatu efek tidak langsung yang penting artinya terhadap lingkungan hutan, terutama karena pengaruhnya terhadap faktor-faktor klimatis dan faktor-faktor tanah. Penyebaran dan adanya hutan-hutan sebagian besar ditentukan oleh faktor-faktor klimatis, edafis dan fisiografis. Faktor-faktor klimatis dan edafis banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor fisiografis yang efeknya tidak langsung seperti konfigurasi bumi, ketinggian, lereng adan permukaan tanah. Iklim setempat atau iklim mikro, berlawanan dengan iklim umum untuk mempelajari tanah dalam hubungannya dengan vegetasi hutan adalah perlu untuk memperhatikan tidak hanya faktor-faktor langsung namun juga faktor-faktor yang tidak langsung terutama mempengaruhi zat-zat hara, air tanah dan temperatur tanah.
Fisiografis telah dikenal sebagai sebab yang tidak langsung yang menyebabkan perubahan-perubahan vegetasi. Banyak dari faktor-faktor tempat tumbuh dan terutama faktor-faktor tanah, dalam hal ini lama dan intensitas pembentukan tanah disebabkan oleh sifat fisiografis. Fisiografis pada suatu darah iklim, melalui efeknya terhadap iklim setempat dan tanah, meyebabkan perkembangan berbagai jenis masyarakat tumbuh-tumbuhan di mana masing-masing mempunyai bentu yang sedikit banyak berbeda, seperti yang dapat terlihat pada hutan-hutan rawa, hutan-hutan bukit pasir, hutan tepi sungai dan sebagainya.


D.    Hubungan Antara TPI Dan TPTI
Tebang pilih tanam Indonesia adalah sistem silvikultur yang mengatur cara penebangan dan permudaan buatan. Sistem silvikuktur ini merrupakan sistem yang dinilai sesuai untuk diterapkan pada hutan alam produksi dan pada hutan-hutan alam yang tak seumur di Indonesia, kecuali untuk hutan payau. Sebagai salah satu sub sistem dari sistem pengelolaan hutan, sistem silvikultur merupakan sarana utama untuk mewujudkan hutan dengan struktur dan komposisi yang dikehendaki. Pelaksanaan suatu sistem silvikultur yang sesuai dengan lingkungan setempat telah menjadi tuntutan demi terwujudnya pengelolaan hutan yang berkelanjutan.
Tujuan dari sistem silikultur tebang pilih tanam Indonesia adalah untuk mengatur pemanfatan hutan alam prroduksi., serta meningkatkan nilai hutan baik kualitas maupun kuantitas pada areal bekas tebangan untuk rotasi tebang berikutnya agar terbentuk tegakan hutan campuran yang diharapakan dapat berfungsi sebagai penghasil kayu dan penghara industri secara lestari.
Perbedaan yang mencolok antara sistem TPTI dibanding dengan sistem TPI adalah secara politis pemerintah menekankan perlunya pembinaan hutan, pemungutan dan pembinaan hutan harus seimbang. Pemegang HPH diwajibkan untuk melengkapi unit organisasi pembinaan hutan, yang terpisah dengan unit logging, tenaga teknis kehutanan menengah yang terampil dalam jumlah yang cukup dan anggaran yang memadai untuk kegiatan pembinaan hutan.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan diatas, diperoleh kesimpulan bahwa sistem TPTI yang diterapkan di Indonesia saat ini pada aspek pelestarian hasil hutan belum nampak memuaskan. Dua masalah pokok yang nampak jelas pada sistem ini yaitu :
 1. Berkaitan dengan kondisi hutannya sendiri, yaitu disamping kualitas dan kuantitas minimum dari tegakan tinggal selalu tidak mencukupi, juga kecepatan tumbuhnya tidak seperti yang diharapkan.
 2. Berhubungan dengan aspek kelembagaannya, bobot kerja untuk melakukan pengawasan cukup berat sehingga sulit untuk mengontrol kepatuhan para pemegang IUPHHK pada ketentuan TPTI itu sendiri, terutama persyaratan untuk melakukan tanaman pengayaan dan penyulaman pada areal IUPHHK. Akibat yang timbul adalah merosotnya kualitas tegakan hutan setelah siklus tebangan pertama.
B. Saran
            Saran yang dapat disampaikan penulis melalui makalah ini ialah agar para pembaca dapat melestarikan hutan bersama-sama dengan adanya konsep-konsep yang telah diterapkan oleh pemerintah untuk kehidupan yang lebih baik.


DAFTAR PUSTAKA
http://www.tropicalsilviculture.org/cgi-sys/suspendedpage.cgi?start=6





 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar